assalamuaalaykum warrahmatullahi wabarrakatuh
Berikut ini sedikit ulasan mengenai khalwat, selebihnya bisa antum search di media lain:
Di antara adab yang penting untuk diperhatikan dalam hubungan antara pria dan wanita, khususnya bagi yang tidak memiliki hubungan mahram antara keduanya, adalah menghindari khalwat.
Apakah khalwat itu? Khalwat (khalwah) dalam bahasa Arab berarti berdua di suatu tempat dimana tidak ada orang lain. Maksud dari tidak adanya orang lain dalam hal ini mencakup:
(1) tidak ada orang lain sama sekali; atau
(2) ada orang lain dan keberadaan keduanya kelihatan tetapi pembicaraan antara
keduanya tidak dapat didengar oleh orang lain itu. Inilah makna khalwat secara bahasa. Menurut al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah (Ensiklopedi Fiqh Kuwait), makna bahasa sebagaimana dipaparkan di atas semakna dengan terminologi khalwat menurut ahli-ahli fiqh Islam. Dengan kata lain tidak ada perbedaan untuk kata khalwat antara makna bahasa dan makna istilah syar’i. Lebih lanjut Syekh Abdullah al-Bassam menyebut dua bentuk khalwat.
Pertama, mughallazhah (berat), ialah berduanya seorang pria dan wanita di suatu tempat yang mana keduanya tidak dilihat oleh orang lain. Kedua, mukhaffafah (ringan), yaitu berduanya seorang pria dan wanita di tengah-tengah manusia sehingga keduanya kelihatan namun percakapan antara keduanya tidak dapat didengar oleh orang lain.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang khalwat. Sabda beliau:
“Janganlah sekali-kali seorang pria berduaan dengan seorang wanita, karena yang ketiganya adalah syetan.” (HR. Ahmad dengan sanad yang shahih).
Tidak bisa dipungkiri bahwa berduanya seorang pria dengan wanita yang bukan mahramnya sangat potensial membuka peluang terjadinya fitnah(dalam bahasa arab berarti godaan). Kendati boleh jadi keduanya tidak memiliki niat jahat. Oleh sebab itu, hadits di atas dengan tegas melarang perbuatan tersebut. Dengan merujuk kepada makna khalwat di atas maka banyak fenomena khalwat yang dapat dikemukakan. Terutama khalwat yang umumnya kurang diperhatikan oleh masyarakat kita.
Contohnya adalah berduanya seorang pria dengan wanita di atas kendaraan. Walaupun pria tersebut sedang mengemudikan mobil, misalnya. Keberadaan keduanya di atas mobil memang kelihatan oleh orang lain. Tetapi pembicaraan antara keduanya tidak didengar oleh siapapun. Termasuk dalam kategori perbuatan khlawat adalah “khalwat profesi”. Yaitu khalwat yang terjadi karena “tuntutan” profesi. Konsultan, dokter, perawat, adalah sebagian contoh. Profesi-profesi ini rentan untuk bisa berdua dengan klien atau pasiennya. Tidak terkecuali pula, dalam konteks khalwat ini, yang kerap terjadi dalam sebagian masyarakat adalah khalwat dalam pergaulan dengan kerabat dekat yang bukan mahram. Dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Jauhilah kalian masuk ke (ruang) wanita.” Seorang lelaki Anshar bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan kerabat suami?” Beliau menjawab: “Kerabat suami itu (laksana) maut.” (HR. Bukhari) Dalam hadits ini, Rasulullah menyebut kerabat suami sebagai maut karena dapat menjerumuskan kepada hal-hal yang tidak dikehendaki.
Apalagi jika mengingat kedudukan keluarga suami yang demikian dekat sehingga jarang menimbulkan kecurigaan dan luput dari perhatian. Sebagai solusi untuk keluar dari problem khalwat ini adalah dengan bersama dengan pria atau wanita lain. Demikian menurut Imam Abu Hanifah. Lebih baik lagi jika pria atau wanita tersebut adalah mahram. “Janganlah seorang lelaki berdua dengan seorang wanita,” Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “kecuali dengan mahram.” (HR. Bukhari) Hadits ini bersama hadits-hadits yang lain memberi makna bahwa kondisi khalwat dapat dihilangkan dengan kehadiran salah satu lawan jenis lain. Dengan demikian, hilanglah kondisi khalwat yang dapat menimbulkan fitnah. Tentu saja bila komunikasi atau berkumpulnya antara pria dan wanita tersebut dalam perkara-perkara yang mubah dan dengan tetap menjaga batasan-batasan syariat yang ada.
Jika dikaitkan dengan maqashid al-syari’ah (tujuan syariat) yang salah satunya adalah hifzh al-nasab (menjaga nasab/keturunan), tampak jelas relevansi dan hikmah tuntunan syariat untuk menghindari khalwat. Keinginan Islam untuk menciptakan jalinan masyarakat yang harmonis, bersih dari penyimpangan, dan berjalan di atas fitrah yang murni adalah sebagian hikmah di balik larangan khalwat ini. Wallahu ta’ala a’lam bi al-shawab. (Oleh Ust.Ilham Jaya,Lc.Dikutip dari Majalah Dakwah Kampus AL FIRDAUS).
Smoga bermanfaat!
NB:
Begitulah saudara-saudariku rahimakumullah, sesungguhnya syari'at agama Allah ini penuh hikmah. Meskipun Islam menggalakkan umatnya untuk slaing kenal-mengenal, namun tentu saja telah digariskan batas-batas mengenainya. Khalwat adalah jalan syetan untuk menggoda manusia dan menjerumuskannya ke dalam perzinaan. Sebagaimana diharamkannya zina dalam al-Qur'an, Allah juga mengharamkan sebab-sebab dan sarana yang menghantarkannya. Firman Allah Ta'ala:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." (QS. al-Isra': 32)
Khalwat ini, bisa jadi kau menyepelekannya dan menganggapnya sebagai hal "ekstrim", tetapi demi Allah, jawablah dulu pertanyaan ini:
- apakah pernah RasuluLLAH ber-khalwat setelah diangkat menjadi Rasul ?
- apakah pernah RasuluLLAH memerintahkan untuk berkhalwat ?
- apakah para shahabat RasuluLLAH mempraktekkan khalwat ?
tentu kau tahu jawabannya, semua itu justru sebaliknya...
wahai saudara-saudariku, bidadari-bidadari dunia dan akhirat, bukankah itu engkau yang menginginkan syurga, bukankah itu engkau yang merindukan Allah dan para kekasihnya, bukankah itu engkau? nah maka apakah perkara mendahului rasul tersebut sepele sehingga kau nekat berkhalwat?
wassalam, barakallah... ^_^